Respons Putusan MK, Wamenkumham Dukung Penelitian Ilmiah Ganja Medis

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 atau UU Narkotika, termasuk legalisasi ganja medis.

“Putusan MK sangat jelas ya, bahwa itu ditolak untuk semuanya. Dan dalam pertimbangannya, MK meminta untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap kemanfaatan ganja itu sendiri,” ujar Edward di Kantor DPP PDIP Diponegoro, Jakarta pada Kamis, 21 Juli 2022.

Dia melanjutkan, penelitian bisa dilakukan pemerintah selagi DPR membahas revisi UU Narkotika. “Ini kan sambil menyelam minum air. Dalam pengertian, sembari melakukan penelitian terhadap kegunaan ganja dan sebagainya, pemerintah dan DPR kan sedang membahas revisi UU Narkotika. Tentu kita akan mendalami lebih lanjut sembari melihat dari hasil penelitian itu,” ujar dia.

Kemarin, Majelis Hakim MK memutuskan untuk menolak gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 atau UU Narkotika. Dengan demikian, penggunaan Narkotika Golongan I tetap dilarang untuk pelayanan kesehatan, termasuk ganja untuk medis. Kendati demikian, dalam pertimbangan hukum Mahkamah yang tertera dalam Putusan Nomor 106/PUU-XVIII/2020, MK mendorong penelitian ilmiah ganja medis.

MK menilai, meskipun pemanfaatan narkotika telah digunakan secara sah dan diakui secara hukum sebagai bagian dari pelayanan kesehatan setidaknya di beberapa negara, antara lain Argentina, Australia, Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Selandia Baru, dan Thailand, namun fakta hukum tersebut tidak serta-merta dapat dijadikan parameter, bahwa seluruh jenis narkotika dapat dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan yang dapat diterima dan diterapkan oleh semua negara.