Secara yuridis dapat di ketahui menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Tahun 2011 Tentang Perlakuan Justice Collaborator yang dimaknai sebagai seorang pelaku tindak pidana tertentu (khususnya dalam tindak pidana yang bersifat serius seperti tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang maupun tindak pidanan lainnya yang bersifat terorganisir) tetapi bukan pelaku utama yang mengakui perbuatanya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan.
Benefit bagi tersangka yang bersedia menjadi Justice Collaborator
Berdasarkan Pasal 37 Konvensi PBB Anti Korupsi (United Nations Convention Againts Corruption Tahun 2003 antara lain mengatur sebagai berikut :
Ayat (2)
: Setiap negara peserta wajib mempertimbangkan, memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu “mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerja sama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi ini.
Ayat (3) :
Setiap negara peserta wajib mempertimbangkan kemungkinan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan “kekebalan dari penuntutan” bagi orang yang memberikan kerja sama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan (Justice Collaborator) suatu tindak pidana yang ditetapkan berdasarkan konvensi ini”.
Dalam Angka 7 SEMA NO 4 Tahun 2011 diatur :
“Dengan merujuk pada nilai-nilai di dalam ketentuan tersebut diatas dengan ini Mahkamah Agung meminta kepada Para Hakim agar jika menemukan tentang adanya orang-orang yang dapat dikategorikan sebagai Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama dapat memberikan perlakuan khusus dengan antara lain memberikan keringanan pidana dan/atau bentuk perlindungan lainnya”.