Penyelesaian sengketa batas wilayah Republik Indonesia dan Republik Democratik Timor Leste (RDTL) di perbatasan Naktuka (Noelbesi-Citrana) sangat dinanti masyarakat adat kedua negara.
Berdasarkan data pada 2010, wilayah perbatasan Naktuka diduduki sekitar 44 kepala keluarga asal Oecusse, Timor Leste, sejak 1999, yakni setelah Timor Leste (waktu itu masih bernama Timor Timur) menyatakan berpisah dari Indonesia. Naktuka berada di wilayah Noelbesi-Citrana, terletak di antara Kabupaten Kupang (NTT) dengan Distrik Oecusse.
Pada April lalu, pemerintah RI dan Timor Leste kembali berunding soal wilayah perbatasan dua negara tersebut. Selama 10 tahun terakhir, sengketa perbatasan darat dan laut dua negara tak kunjung tuntas. Lahan dekat Kabupaten Kupang dan Distrik Oecuse itu sering menjadi sumber konflik sesama petani.
Perundingan pada tingkat pusat yang dilakukan kedua negara selalu menemui jalan buntu dengan menggunakan dasar ketentuan yang saling berlawanan dalam mengartikan isi pemahaman kesepakatan perjanjian negara penjajah karena tidak sesuai dengan kondisi masa lalu dan juga saat ini.
Namun, impian masyarakat kedua negara untuk hidup damai akhirnya terwujud. Pasukan TNI yang berada di wilayah perbatasan itu turut membantu memfasilitasi pertemuan tokoh adat dari kedua negara. Konflik perebutan lahan seluas 1.069 hektare dapat diselesaikan dengan baik.
Pertemuan antara para tokoh adat RI dan RDTL dengan tema “Nekaf Mese Ansaof Mese, Atoni Pah Meto” yakni “Satu Hati Satu Jiwa, Sebagai Orang Dawan” dilaksanakan beberapa waktu lalu di halaman SD Katolik Bokos Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang.
“Kesepakatan para raja menjadi acuan penyelesaian sengketa perbatasan RI-RDTL di kawasan Naktuka,” ujar Kapenrem 161 Wira Sakti Kupang, Mayor Armed ida Bagus Diana Sukertia.
Korem 161/Wira Sakti memberikan masukan agar tokoh adat dan tokoh masyarakat dilibatkan dalam memberikan opsi penyelesaian dengan mempertemukan Raja dan Fettor sebagai tokoh adat kerajaan dan tokoh masyarakat kedua negara.
“Opsi ini merupakan hasil pemikiran rakyat kedua negara dengan cara bottom-up untuk mempercepat penyelesaian batas negara sehingga di masa yang akan datang anak cucu mereka hidup berdampingan dalam adat dan tidak akan menimbulkan perang saudara,” kata Mayor Ida Bagus.
Kegiatan rapat koordinasi para Raja, Fettor sebagai tokoh adat kerajaan dan aparat pemerintah daerah dihadiri juga personel Korem 161/Wira Sakti untuk merumuskan keinginan rakyat adat kerajaan Amfoang sehingga permasalahan sengketa RI-RDTL di wilayah Naktuka dapat diselesaikan.
Menurut Ida Bagus, kebijakan Danrem 161/Wira Sakti, Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa, terhadap klaim maksimal atas wilayah sengketa tersebut merupakan implementasi tugas TNI dalam menjaga kedaulatan negara.
“Diharapkan klaim maksimal ini, dapat diwadahi melalui pertemuan antara Tokoh Adat RI dan RDTL,” jelas Ida Bagus.
Korem 161/Wira Sakti berperan penting dalam upaya perundingan RI – Timor Leste dengan memfasilitasi hingga pertemuan itu bisa dilaksanakan.
sumber : liputan6.com