Mengenal Istilah PPJB, PJB, AJB dan SHM

Mengenal Istilah PPJB, PJB, AJB dan SHM

Tanah dan bangunan merupakan suatu objek tidak bergerak yang harganya semakin lama semakin melonjak. Hal tersebut yang menyebabkan tanah dan bangunan dipilih kebanyakan orang sebagai sarana investasi menjanjikan.

Dalam melakukan pembelian terhadap tanah dan bangunan yang tentu saja melibatkan uang yang jumlahnya cukup besar, juga melibatkan banyak perjanjian-perjanjian dan dokumen-dokumen. Beragam dokumen dan perjanjian tersebut harus kita ketahui agar tidak sampai tertipu.

Perjanjian dan dokumen tersebut antara lain, Ppjb merupakan kepanjangan dari perjanjian pengikatan jual beli. Pjb merupakan kepanjangan dari Pengikatan jual beli. Sedangkan Ajb merupakan kepanjangan dari akta jual beli. Shm merupakan kepanjangan dari sertifikat hak milik.

Berikut adalah beberapa perbedaan ppjb pjb dan ajb shm :

1. PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli)

Merupakan perjanjian yang hanya mengikat sementara. Maksud dari mengikat disini adalah kwajiban dan hak antara penjual dan pembeli diatur oleh perjanjian PPJB hanyalah sementara dalam batas waktu tertentu, sesuai dengan yang tertera dalam perjanjian.

PPJB juga merupakan akta non otentik. Mkasud dari akta non otentik disini adalah PPJB hanya dibuat antara calon pembeli dan penjual di bawah tangan, tanpa melibatkan notaris atau pejabat berwenang lainnya. Meski terkadang dalam penandatanganannya melibatkan saksi.

Jika anda kebetulan ingin membuat PPBJ, maka setidaknya libatkan dua orang saksi orang dewasa, satu saksi dari pihak penjual, satu saksi dari pihak pembeli. Saksi dapat menjadi keterangan lebih jika kelak terjadi sengketa PPJB atau sengketa perjanjian jual beli lainnya.

Perjanjian yang mengikat penjual kepada seorang pembeli agar tidak menawarkan objek yang diperual belikan kepada pembeli lainnya. Serta harga objek yang diperjual belikan sudah fix harganya dan tidak aka nada kenaikan harga lagi.

Penandatangan PPJB biasanya disertai dengan pembayaran uang muka/DP dari pihak pembeli kepada pihak penjual.

Penandatanganan PPJB tidak perlu dilakukan dihadapan notaris.

PPJB juga merupakan perjanjian awal sebelum AJB (akta jual beli) dibuat oleh notaris.

2. PJB (Pengikatan jual beli)

Perjanjian yang mengikat pembeli untuk menjual objek yang dijual kepada pembeli di hadapan notaries atau pejabat berwenang lainnya.

Perjajian PJB lunas merupakan perjanjian dimana pembeli telah melunasi segala pembayaran yang ada kepada pembeli namun penjual belum dapat membuat AJB. Hal tersebut biasanya terjadi karena setifikat objek yang diperjualbelikan masih ada di pihak ketiga atau sertifikat masih digadaikan dibank dan pemilik belum melunasi cicilan pinjaman di bank.

Pada PJB tercantum tanggal kapan AJB (akta jual beli) akan dibuat dan apa saja persyaratan yang diperlukan dan dipenuhi baik pihak pembeli maupun pihak penjual dalam pembuatan AJB nantinya.

Terdapat klausul perjanjian yang tertera dalam PJB yang menyebutkan bahwa pembeli memiliki kuasa penuh dalam penandatanganan AJB tanpa kehadiran penjual dihadapan notaris.

PJB umum sering kali dibuat jika objek yang diperjualbelikan berada pada luar wilayah notaris yang ditunjuk. Contoh seperti seorang penjual yang bertempat tinggal di jawa ingin menjual lahannya yang berada di daerah sumatera.

Pembuatan AJB (akta jual beli) nantinya dapat dibuat dihadapan notaris lain yang ditunjuk oleh pihak pembeli dimana objek yang diperjual belikan tersebut berada.

PJB tidak lunas merupakan perjanjian yang disusun jika pembeli hanya membayar uang muka/DP (pihak pembeli belum melunasi seluruh harga objek yang sedang diperjual belikan).

PJB tidak lunas menyebutkan besarnya uang muka yang dibayarkan pembeli, kapan pembayaran selanjutnya dilakukan, kapan pelunasan akan dilakukan, dan bagaimana pembeli akan melakukan pembayaran.

PJB tidak lunas juga berisi tentang sanksi-sanksi apa saja yang disepakati jika salah satu pihak baik penjual maupun pembeli berlaku tidak semestinya/wanprestasi (melanggar apa yang telah disepakati dan tertulis dalam perjanjian).

PJB tidak lunas memerlukan tindak lanjut dengan dibuatnya AJB saat pembeli melakukan pelunasan pembayaran kepada penjual.

3. AJB (Akta Jual Beli)

AJB merupakan akta perjanjian yang otentik untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan dari penjual kepada pembeli yang pembuatannya dihadapat petugas yang berwenang.

Maksud dari akta otentik adalah suatu dokumen yang dibuat sesuai dengan ketentuan undang-undang dihadapan pejabat yang berwenang menangani akta otentik tersebut (misalnya hakim, notaris, petugas pencatatan sipil).

AJB dibuat secara resmi oleh notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Pembuatan AJB juga sudah diatur oleh Badan Pertanahan.

AJB dibuat ketika seluruh pihak baik penjual maupun pembeli sudah selesai melakukan pembayaran seluruh pajak yang diperlukan dalam proses jual beli.

Setelah AJB dibuat, pembeli mengajukan balik nama ke kantor pertanahan yang dapat diurus melalui notaries.

4. SHM (Sertifikat Hak Milik)

SHM merupakan sertifikat yang menunjukkan kepemilikan penuh atas suatu properti seperti tanah dan bangunan.

SHM diajukan oleh notaris ke badan pertanahan. Pengajuan SHM berupa AJB dan dokumen penunjang lainnya. SHM diajukan paling lambat tujuh hari setelah penandatanganan AJB (Akta jual beli). Pada jangka waktu tujuh hari setelah penandatangan AJB dokumen harus masuk ke badan pertanahan.

Nama pemegang sertifikat (pembeli) akan dicoret dan diparaf oleh pejabat pertanahan yang berenang. Nama pemegang hak sertifikat yang baru (pihak pembeli) ditulis pada buku kolom sertifikat dibawah nama penjual yang dicoret.

Dalam waktu dua minggu pemegang sertifikat yang baru (pembeli) dapat mengambil sertifikat ke badan pertanahan.

Satatus SHM tidak memiliki jangka waktu sampai objek yang tertera disertifikat dijual kembali dan sertifikat telah berganti nama pembeli yang lain.

SHM dapat digunakan sebagai anggunan jaminan dalam meminjam uang baik di bank maupun instansi lain yang melayani jasa meminjamkan uang.

Besarnya nilai properti seperti rumah dan tanah dimana semakin lama nilai jualnya akan semakin naik juga menjadi pertimbangan bank dalam mengucurkan dana pinjaman dengan jumlah yang lumayan besar kepada nasabahnya dengan hanya menggadaikan sertifikat rumahnya saja (SHM). Nasabah natinya dapat memilih pembayaran pinjaman bulanan atau musiman sesuai dengan kemampuan nasabah dalam mencicil.