Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima 1290 permohonan perlindungan sepanjang 2018. Jumlah ini sedikit menurun dibandingkan 2017 dikarenakan adanya penurunan permohonan dari korban kasus Pelanggaran HAM Berat, imbas sedang adanya perbaikan sistem verifikasi korban di Komnas HAM. “Sementara untuk memberikan perlindungan, diperlukan surat keterangan dari Komnas HAM. Ini yang menyebabkan penurunan permohonan dari korban kasus Pelanggaran HAM Berat”, ujar Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai di kantor LPSK (13/12).
Meski begitu, ada peningkatan permohonan perlindungan yang cukup signifikan dari kasus kekerasan seksual terhadap anak, terorisme, dan korupsi. Kekerasan seksual terhadap anak jika pada tahun 2017 terdapat 104 permohonan, pada tahun 2018 hingga November sudah tercatat 264 permohonan yang masuk. Sedangkan permohonan dari kasus terorisme meningkat 217% tahun ini dimana tahun 2017 terdaoat 42 permohonan, tahun ini sampai November terdapat 133 permohonan. Meningkatnya permohonan dari kasus terorisme, diindikasikan karena pada tahun 2017 LPSK berhasil memfasilitasi kompensasi (ganti rugi dari negara) kepada beberapa korban terorisme. “Keberhasilan ini tentunya membuat korban lain percaya bahwa LPSK bisa memenuhi haknya”, ujar Wakil Ketua LPSK, Askari Razak pada kesempatan yang sama.
Peningkatan yang cukup drastis juga terdapat pada pemohon dari kasus Korupsi, dimana sebelumnya di tahun 2017 hanya terdapat 53 permohonan, maka di tahun ini terdapat 130 permohonan atau naik 145%. Semakin beragamnya permohonan yang meningkat tentunya mengindikasikan bahwa kepercayaan masyarakat ke LPSK meningkat, khususnya terkait kasus diluar pelanggaran HAM Berat yang selama ini mendominasi layanan LPSK. “Hal ini akan menjadi pemicu LPSK untuk terus meningkatkan layanannya sehingga kepercayaan masyarakat bisa terjaga”, jelas Askari.
Untuk layanan yang diberikan LPSK sendiri pada tahun 2018 ini sampai bulan November LPSK sudah melakukan 3589 layanan. Jumlah ini turut menurun dikarenakan terlindung dari korban Pelanggaran HAM Berat juga menurun jumlahnya. Diantara layanan tersebut LPSK paling banyak melakukan layanan rehabilitasi medis sebanyak 1601 layanan, diikuti layanan pemenuhan hak prosedural sebanyak 971 layanan, dan layanan rehabilitasi psikologis sebanyak 340 layanan. “Layanan-layanan tersebut selain dalam upaya pengungkapan kasus, juga dalam rangka pemulihan derita korban”, ujar Wakil Ketua LPSK, Lies Sulistiani.
Selain adanya jenis tindak pidana yang merata, selama 2018 ini LPSK juga melakukan upaya-upaya dalam rangka peningkatan layanan. Baik di internal LPSK sendiri seperti pembenahan kelembagaan, maupun eksternal LPSK seperti berperan menyusun regulasi yang terkait saksi dan korban. Di tahun 2018 ini LPSK melantik beberapa pejabat seperti Kepala Biro dan Kepala Bagian dalam rangka penguatan organisasi. “Itu semua diharapkan memperkuat upaya pemenuhan hak saksi dan korban di masa mendatang”, pungkas Semendawai.